Allâh Ta’âlâ berfirman: “Karena itu, ingatlah kamu kepada--Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberikan rahmat dan
pengampunan). Dan bersyukurlah kepada--Ku, serta jangan ingkar (pada nikmat--Ku)”. (Al-Baqarah [2] : 152).
“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allâh, maka Allâh menyediakan untuk mereka pengampunan
dan pahala yang agung”. (Al-Ahzâb [33] : 35).
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (pada siksaan-Nya),
serta tidak mengeraskan suara, di pagi dan sore hari. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. (Al-A’râf [7] : 205).
Perumpamaan orang yang ingat akan Rabbnya dengan orang yang tidak ingat Rabbnya laksana orang yang hidup
dengan orang yang mati. (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari 11/208. Imam Muslim meriwayatkan dengan lafazh sebagai berikut:
“Perumpamaan rumah yang digunakan untuk dzikir kepada Allâh dengan rumah yang tidak digunakan untuk dzikir,
laksana orang hidup dengan yang mati”. (Shahih Muslim 1/539).)
“Maukah kamu, aku tunjukkan perbuatanmu yang terbaik, paling suci di sisi Rajamu (Allâh), dan paling
mengangkat derajatmu; lebih baik bagimu dari infaq emas atau perak, dan lebih baik bagimu daripada bertemu
dengan musuhmu, lantas kamu memenggal lehernya atau mereka memenggal lehermu?” Para sahabat yang hadir berkata:
“Mau (wahai Rasűlullâh)!” Beliau bersabda: “Dzikir kepada Allâh Yang Maha Tinggi”. (HR. At-Tirmidzi 5/459, Ibnu Majah 2/1245. Lihat pula Shahih Tirmidzi 3/139 dan Shahih Ibnu Majah 2/316.)
Allâh Ta’ala berfirman: Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, Aku bersamanya (dengan ilmu dan rahmat)
bila dia ingat Aku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia menyebut nama-Ku
dalam suatu perkumpulan, Aku menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih baik dari mereka.
Bila dia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku sehasta,
Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya
dengan berjalan cepat”. (HR. Al-Bukhari 8/171 dan Muslim 4/2061. Lafazh hadits ini riwayat Al-Bukhari.)
Dari Abdullâh bin Busr Radhiallâhu ’anhu, dia berkata: Bahwa ada seorang lelaki
berkata: “Wahai, Rasűlullâh! Sesungguhnya syari’at Islam telah banyak bagiku,
oleh karena itu, beritahulah aku sesuatu buat pegangan”. Beliau bersabda: “Tidak
hentinya lidahmu basah karena dzikir kepada Allâh (lidahmu selalu mengucapkannya).” (HR. At-Tirmidzi 5/458, Ibnu Majah 2/1246, lihat pula dalam Shahih At-Tirmidzi
3/139 dan Shahih Ibnu Majah 2/317.)
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an, akan mendapatkan satu
kebaikan. Sedang satu kebaikan akan dilipatkan sepuluh semisalnya. Aku tidak
berkata: Alif laam miim, satu huruf. Akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf
dan mim satu huruf.” (HR. At-Tirmidzi 5/175. Lihat pula Shahih At-Tirmidzi 3/9 dan Shahih Jâmi’ush
Shaghîr 5/340.)
Dari Uqbah bin Amir Radhiallâhu ’anhu, dia berkata: “Rasűlullâh
Shallallâhu’alaihi wasallam keluar, sedang kami di serambi masjid (Madinah).
Lalu beliau bersabda: “Siapakah di antara kamu yang senang berangkat pagi pada
tiap hari ke Buthhan atau Al-Aqiq, lalu kembali dengan membawa dua unta yang
besar punuknya, tanpa mengerjakan dosa atau memutus sanak?” Kami (yang hadir)
berkata: “Ya kami senang, wahai Rasűlullâh!” Lalu beliau bersabda: “Apakah
seseorang di antara kamu tidak berangkat pagi ke masjid, lalu memahami atau
membaca dua ayat Al-Qur’ân, hal itu lebih baik baginya daripada dua unta. Dan (bila
memahami atau membaca) tiga (ayat) akan lebih baik daripada memperoleh tiga (unta).
Dan (bila memahami atau mengajar) empat ayat akan lebih baik baginya daripada
memperoleh empat (unta), dan demikian dari seluruh bilangan unta.” (HR. Muslim 1/553.)
“Barangsiapa yang duduk di suatu tempat, lalu tidak berdzikir kepada Allâh di
dalamnya, pastilah dia mendapatkan hukuman dari Allâh dan barangsiapa yang
berbaring dalam suatu tempat lalu tidak berdzikir kepada Allâh, pastilah
mendapatkan hukuman dari Allâh.” (HR. Abu Dawud 4/264; Shahihul Jâmi’ 5/342.)
“Apabila suatu kaum duduk di majelis, lantas tidak berdzikir kepada Allâh dan
tidak membaca shalawat kepada Nabinya, pastilah ia menjadi kekurangan dan
penyesalan mereka, maka jika Allâh menghendaki bisa menyiksa mereka dan jika
menghendaki mengampuni mereka.” (Shahih At-Tirmidzi 3/140.)
“Setiap kaum yang berdiri dari suatu majelis, yang mereka tidak berdzikir kepada
Allâh di dalamnya, maka mereka laksana berdiri dari bangkai keledai dan hal itu
menjadi penyesalan mereka (di hari Kiamat).” (HR. Abu Dawud 4/264, Ahmad 2/389 dan Shahihul Jami’ 5/176.)