« Ushűl-Îmân »
IMAN KEPADA ALLÂH
Iman kepada Allâh mencakup empat hal:
1. Beriman kepada keberadaan Allâh
Wujud Allâh telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’, dan indera.
- Bukti fitrah tentang wujud Allâh adalah bahwa iman kepada sang Pencipta
merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar.
Dan kenyataan ini diakui oleh setiap orang yang memiliki fitrah yang benar yang
di dalam hatinya tidak terdapat sesuatu yang memalingkannya dari fitrah ini.
Rasűlullah bersabda:
(( مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ ))
“Semua bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, ibu bapaknyalah yang menjadikan ia
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
(HR. Al-Bukhari).
Bukti akal tentang wujud Allâh adalah proses penciptaan semua makhluk, bahwa
semua makhluk pasti ada yang menciptakan. Karena tidak mungkin makhluk
menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula terjadi secara kebetulan.
Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, karena makhluk sebelum
diciptakan tentulah ia tidak ada, dan sesuatu yang tidak ada, mustahil mampu
menciptakan sesuatu.
Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan, karena setiap yang
diciptakan pasti membutuhkan pencipta. Adanya makhluk dengan aturan- aturan yang
harmonis, tersusun rapi, dan adanya hubungan yang erat antara sebab dan musabab,
antara alam semesta satu sama lainnya. Semua itu sama sekali menolak keberadaan
seluruh makhluk secara kebetulan, karena sesuatu yang ada secara kebetulan, pada
awalnya pasti tidak teratur, maka bagaimana mungkin kemudian dia menjadi teratur
dan tetap bertahan teratur tanpa ada faktor lain.
Kalau makhluk tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, dan tidak tercipta secara
kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allâh
Rabb semesta alam.
Allâh menyebutkan dalil aqli (akal) yang qath’i dalam surat Ath- thur:
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun, ataukah mereka yang menciptakan (diri
mereka sendiri)?”
(QS. Ath-Thűr [52] : 35).
Dari ayat di atas jelaslah bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan
makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan
makhluk adalah Allâh .
Ketika Jubair bin Muth’im mendengar Rasűlullah yang tengah membaca surat
Ath-thur dan sampai kepada ayat-ayat ini:
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ (35) أَمْ خَلَقُوا
السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ بَل لَا يُوقِنُونَ (36) أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَبِّكَ
أَمْ هُمُ الْمُسَيْطِرُونَ (37)
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun, ataukah mereka menciptakan (diri
mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?
Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi
mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau merekalah yang berkuasa?”
(QS. Ath-Thűr [52] : 35-37).
Ia, yang tatkala itu masih musyrik berkata, “jiwaku hampir saja melayang. Itulah
permulaan menetapnya keimanan dalam hatiku.”
(HR. Bukhari).
Dalam hal ini Kami ingin memberikan satu contoh. Kalau ada seseorang bercerita
kepada anda tentang istana yang megah, yang dikelilingi kebun-kebun, dialiri
sungai-sungai, dialasi oleh hamparan permadani, dan dihiasi dengan berbagai
jenis hiasan utama dan pelengkap, lalu orang itu mengatakan kepada anda bahwa
istana dengan segala kesempurnaanya ini ada dengan sendirinya, atau tercipta
secara kebetulan tanpa pencipta, pasti anda tidak akan mempercayainya, dan
menganggap perkataan itu adalah perkataan dusta dan dungu. Jika demikian halnya,
apakah mungkin alam semesta yang luas ini beserta isinya; bumi, langit dan
galaxy-galaxy dengan sistem yang sangat rapi dan elok tercipta dengan sendirinya
atau tercipta secara kebetulan?
- Dalil syara’ tentang wujud Allâh bahwa seluruh kitab samawi (yang
diturunkan dari langit) berbicara tentang hal ini. Seluruh hukum syara` yang
mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil
bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang maha Bijaksana dan Mengetahui segala
kemaslahatan makhluk-Nya.
Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh
realitas akan kebenarannya yang dijelaskan di dalam kitab-kitab itu juga
merupakan dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb Yang Maha
Kuasa untuk mewujudkan apa yang diberitakan-Nya.
- Dalil logika tentang wujud Allâh dapat dibagi menjadi dua:
- Kita mendengar dan menyaksikan terkabulnya do’a orang-orang yang berdo’a
serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah.
Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Allâh .
Allâh berfirman:
وَنُوحًا إِذْ نَادَى مِنْ قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ
مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ
“Dan (ingatlah kisah) Nuh sebelum itu ketika dia berdo’a, dan Kami
memperkenankan do’anya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari
bencana yang besar.”
(QS. Al-Anbiyâ [21] : 76).
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ
مِنَ الْمَلائِكَةِ مُرْدِفِينَ
"Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankannya
bagimu …”
(QS. Al-Al-Anfâl [8] : 9).
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa ia berkata, “Pernah ada seorang badui
datang pada hari jum’at. Pada waktu itu Nabi sedang berkhutbah. Lelaki itu
berkata , “Hai Rasűl Allâh, harta benda kami telah binasa, seluruh warga ditimpa
kelaparan. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allâh untuk mengatasi kesulitan
kami. “Rasűlullah lalu mengangkat kedua tangannya dan berdo’a. tiba-tiba awan
datang bergulung-gulung bagaikan gunung-gunung. Sebelum Rasűlullah turun dari
mimbar, hujan terlebih dahulu turun dan membasahi jenggot beliau. Pada hari
jum’at yang kedua, orang badui atau orang lain berdiri dan berkata , ‘Hai
Rasűlullah, bangunan kami hancur dan harta bendapun tenggelam, berdoalah kepada
Allâh (agar kami selamat).’ Rasűlullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya
berdo’Allâh, “Ya Rabbi, turunkanlah hujan di sekeliling negeri kami, dan jangan
Engkau turunkan di negeri kami.” Akhirnya setiap tempat yang beliau tunjuk
dengan tangannya menjadi terang (tanpa hujan).”
(HR. Bukhari).
Hingga di masa kita sekarang ini, kita menyaksikan dan mendengar terkabulnya
do`a orang –orang yang benar-benar berserah diri kepada Allâh subhanahu wa
ta`ala.
Tanda-tanda kebenaran para Nabi yang disebut mukjizat, yang dapat disaksikan
atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang wujud yang
mengutus para Nabi tesebut, yaitu Allâh , karena hal-hal itu terjadi di luar
kemampuan manusia. Allâh melakukannya sebagai bukti penguat kebenaran, dan
menolong para Rasűl.
Ketika Allâh memerintahkan Nabi Musa `alaihissalam untuk memukul tongkatnya ke
laut, Musa memukulnya, lalu laut terbelah menjadi dua belas jalur yang kering,
sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi seperti gunung-gunung yang
bergulung. Allâh berfirman:
فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ
كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ
“Lalu Kami mewahyukan kepada Musa, “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.” Maka
terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.”
(QS. Asy-Syu'arâ' [26] : 63).
Contoh kedua: mukjizat Nabi Isa yang menghidupkan orang-orang yang sudah mati;
lalu mengeluarkannya dari kubur dengan izin Allâh.
Allâh berfirman:
وَأُحْيِي الْمَوْتَى بِإِذْنِ اللَّهِ
“…dan aku dapat menghidupkan orang mati dengan seizin Allâh…”
(QS. Ălî 'Imrân [3] : 49).
وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَى بِإِذْنِي
“…dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya (menjadi hidup) dengan izin-Ku..”
(QS. Al-Maidah [5] : 110).
Contoh ketiga: mukjizat Nabi Muhammad ketika kaum Quraisy meminta bukti
kenabiannya. Beliau mengacungkan tangannya menunjuk ke arah bulan, disaat itu
juga bulan terbelah menjadi dua, dan kejadian ini disaksikan oleh orang banyak.
Allâh berfirman tentang hal ini:
اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ (1) وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا
وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ (2)
“Telah dekat (datangnya) saat (kiamat) dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka
(orang-orang musyrik) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan
berkata , “(ini adalah) sihir yang terus-menerus.”
(QS. Al-Qomar [54] : 1-2).
Mukjizat-mukjizat di atas yang diciptakan Allâh untuk membuktikan kebenaran
seorang nabi, yang dapat dirasakan oleh indera manusia menjadi bukti keniscayaan
wujud dan keberadaan Allâh.